|
batu gambar ikan |
|
batu akik gambar siluet ikan |
|
akik gambar ikan |
|
batu akik ikan |
|
batu gambar ikan |
|
batu akik gambar ikan |
|
batu gambar ikan |
|
batu akik gambar ikan |
|
batu akik gambar ikan |
|
batu gambar ikan |
|
batu gambar ikan |
|
batu gambar ikan |
|
batu gambar ikan |
|
batu gambar ikan |
|
batu gambar ikan & berair |
Batu bergambar
merupakan produk hobi yang tergolong fenomenal dan tidak membosankan. Karena
produkl batu bergambar sangat pribadi maka umumnya para penggemar/kolektor
menjadi egoisme. Sebagai contoh gambar sebagaimana gambarannya manusia dan
binatang yang dalam tataran tidak memenuhi kelayakan dari segi proporsionalitas
dan anatominya justru oleh kolektornya dikembangkan sebagai gambar yang sesuai
gambarannya manusia maupun binatang. Tidak jarang kolektor yang egoismenya
tinggi memaksa gambar yang ada pada batu (agate, jaspis, calsedon dll) miliknya
seperti gambar yang dia maksudkan. Oleh karena khalayak mempersepsikan gambar
koleksinya dengan beragam makna maka kolektor yang egois tinggi menjelaskan
tentang guratan-guratan anatomis gambar yang dia maksudkan sendiri sementara
khalayak hanya menanggapi dengan angguk
kepala tanpa makna apapun.
Egoisme pada
kolektor batu bergambar itulah yang acapkali yang menyebabkan kegagalan untuk
memiliki batu bergambar yang memenuhi kelayakan. Akibatnya dalam jangka
panjangnya koleksi batu bergambar milik kolektor yang egois hanya sekadar
memuaskan dirinya sendiri. Padahal batu bergambar adalah karya seni yang
memiliki nilai yang tidak terkirakan dan dalam jangka panjang menghasilkan
nilai ekonomi yang relatif tinggi. Oleh karena hal itulah para penggemar batu
bergambar/kolektor harus memiliki semangat demokratisasi dengan mengembangkan
nilai-nilai penghargaan atas gambar. Memang selama ini belum ada standar
kelayakan gambar. Namun setidaknya kita yang bertahun-tahun mengkoleksi batu
bergambar dapat menuangkan realitas
empirik dan realitas fakta atas gambar pada batu bergambar tersebut. Menurut
saya, standar kelayakan gambar pada batu bergambar harus memenuhi kaidah anatomisnya, proporsionalitasnya,
ekspresinya, bahkan harus memenuhi jenis aliran gambarannya seperti gambar
realiasme, abstrak, surialisme, ekspresionisme dll, dan mengembangkan teknis
sket/pembingkaian (metode framingnya) estetikannya.
Sebenarnya
standar kelayakan adalah prinsip dasar dalam pengkoleksian batu bergambar.
Pasalnya setiap saat para penggemar/kolektor batu bergambar berburu batu
bergambar. Begitu selesai digosok dan dibingkai batu bergambar tidak
jemu-jemunya dipandangi oleh kolektornya. Malahan banyak kolektor memandangi
koleksinya dengan menggeleng-gelengkan kepalanya tanda akan adanya kebesaran
dari Tuhan YME yang menciptakan gambar-gambar alami itu. Bahkan yang seringkali
terjadi adalah bahan batunya dibolak-balik oleh kolektor itu sendiri. Dimungkinan
yang dicari adalah varian-varian gambar lainnya, apakah gambarannya manusia,
bintang, dan benda lainnya.
Pendek kata
seseorang yang sudah terpana pada batu bergambar sampai ke tulang sungsumnya,
niscaya kegiatan lainnya akan terkalahkan. Bisa jadi penggemar/kolektor
cenderung menggosok-gosok batunya sementara lingkungan keluarganya diabaikan.
Atau kolektor memotret batu bergambar koleksinya lalu hasilnya didiskusikan
dengan istri, anak-anaknya, sanak saudara dan bahkan dengan tetangga, dan
kolektor batu bergambar lainnya.
Tidak jarang
seorang penggemar/kolektor batu bergambar menguji nilai gambar apakah sesuai
dengan gambarannya manusia, binatang dan benda lainnya dengan memamerkan ke
sejumlah anak-anak usia bawah lima tahun (Balita). Begitu anak-anak Balita
mampu menyebut gambar pada batu bergambar sesuai dengan yang dimaksudkan
penggemar/kolektor maka berhasilah tujuan untuk mengoleksi batu bergambar.
Selama ini
gambar-gambar yang gampang dicerna oleh
banyak mata adalah gambar yang ngeblok. Baik ngebloknya pada gambar dalam,
transparan, dan gambar permukaan. Apalagi warna batu bergambar ngeblok itu
kontras dan warna warni. Ada kandungan warna hitamnya, putihnya, hijau, kuning,
merah, hitam, dan kesemua warna akrab disebut panca warna.
Meskipun kualitas
gambar dapat dikedepankan sebagai bagian dari kesadaran namun kalau teknik
framing atau pembingkaiannya kurang diperhatikan maka ekspresi sudut
gambarnya akan enyebabkan kurang menarik untuk dipandang
orang lain. Di sinilah para penggemar/kolektor harus mampu menghilangkan egosime sektoralnya. Artinya
apresiasai diri seseorang tidak dapat dijadikan sebagai penguji kebenaran akan
gambar. Gambar pada batu bergambar menjadi bernilai tinggi manakala khalayak
luas memberikan apresiasi, sambutan hangat, rasa hormat, penghargaan, bahkan
acungan tangan jempol sampai ucapan ciamik soro, buaaaaaaagus, huebat. Dan
ditawarkan dengan harga berapa?
Sumber:
http://teraskota.blogspot.com/2012/08/egoisme-kolektor-batu-bergambar-gambar.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar